Tuesday, October 11, 2011

PENGARUH TUTURAN FILM “CRAYON SINCHAN” BAGI ANAK-ANAK

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan  kini semakin penting dalam kehidupan dan kemajuan manusia. Pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang mempengaruhi perkembangan fisik, daya jiwa (akal, rasa, dan kehendak), sosial dan moralitasnya. Pendidikan tidak kenal umur, jenis kelamin, status sosial. Ada berbagai cara untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan tidak hanya diperoleh dalam dunia formal saja melainkan dunia informal. Seperti dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Lingkungan keluarga menjadi sangat penting bagi perkembangan anak. Pendidikan bertujuan agar budaya yang merupakan nilai-nilai luhur budaya bangsa dapat diwariskan dan dimiliki oleh generasi muda. 
Berbagai aktivitas yang dilakukan tidak hanya sekedar sebagai pemanfaatan waktu luang tetapi juga dijadikan cara untuk mendapatkan nilai pendidikan, misalnya menonton televisi, membaca, mendengarkan radio. Hal tersebut merupakan faktor pendorong bagi perkembangan bahasa dan pertumbuhan anak.


Perkembangan bahasa seseorang merupakan suatu proses yang berlangsung terus menerus dan melalui berbagai tahapan. Masing-masing tahapan mengalami perkembangan ke arah bentuk bahasa yang lebih sempurna. Perkembangan bahasa anak dapat terpengaruh oleh keadaan dan situasi bahasa lingkungannya, sehingga seorang anak dalam perkembangannya dapat mengenal bahasa lingkungan tempat anak tersebut berada.
Bahasa anak besifat purposif, yaitu anak mengungkapkan gagasan atau pikirannya secara langsung tanpa hambatan yang berarti dengan menggunakan sarana bahasa yang dimiliki dan sarana bahasa yang dipakai di lingkungannya. Seorang anak yang berada dalam masyarakat monolingual misalnya, anak tersebut dimungkinkan akan menjadi monolingual dan bila anak berada di masyarakat bilingual, maka anak tersebut juga dimungkinkan akan menjadi bilingual. Karena perilaku bahasa anak berangkat dari proses adopsi yang dilakukan anak dengan meniru model kebahasaan yang diperolehnya. Sehingga bahasa anak adalah hasil adopsi bahasa sekitarnya. Bahasa anak juga dapat di pengaruhi oleh tontonan televisi yang ada saat ini.
Televisi merupakan hiburan. Menurut Elizabert B. Hurlock hiburan merupakan aktifitas bermain yang bersifat pasif. Pada awalnya anak-anak lebih menyukai permaian aktif yang cenderung berbentuk eksploratori motorik, namun sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan usia anak, anak-anak akan lebih menyukai permainan yang pasif seperti menonton televisi atau membaca. Tidak dapat dipungkiri anak-anak telah banyak meniru tayangan-tayangan televisi.
Televisi juga merupakan media elektronik visual yang mampu menyebarkan berita secara cepat dan mencangkup jumlah yang banyak. Banyak sekali manfaat dari penayangan acara televisi namun seimbang dengan dampak negatifnya. Berbagai program televisi yang ditayangkan telah mampu menarik minat pemirsanya dan dapat membuat orang yang menonton ketagihan baik itu anak-anak, remaja hingga orang tua.  Acara yang ditayangkan cukup beragam dari berita, film, musik hingga tontonan anak-anak seperti film kartun. Berbagai tayangan film untuk anak-anak pun beragam. Film anak-anak sekarang ini membuat daya tarik yang kuat bagi mereka seperti animasi jepang yang dikemas dengan aksesoris yang menarik contohnya doraemon, naruto, crayon sinhcan, dll.
Film yang banyak beredar di Indonesia khususnya film kartun anak membawa banyak pengaruh besar. Banyaknya film kartun yang tampil di layar kaca, maka peneliti mengambil satu film kartun produksi Jepang yang banyak mendapat kritikan dari para orang tua, yaitu film kartun Crayon Shinchan. Dalam film Crayon Sinchan banyak sekali adegan yang ditampilkan membawa kearah yang negatif, seperti: adegan saat orang tua Crayon Shinchan melakukan hubungan intim, saat Shinchan mandi bersama dengan orang tuannya, saat shinchan menjahili guru, teman sekolah, orang tua, dan lain-lain. Ini semua banyak menimbulkan reaksi dari para orang tua. Tidak hanya melalui adegan film tersebut yang membawa pengaruh negatif bagi anak akan tetapi dari tuturan yang ada di dalam film tersebut juga membawa pengaruh negatif bagi pemerolehan bahasa anak. Dari perilaku dan tuturan dalam film  Shinchan yang tidak wajar tersebut dapat memberikan pengaruh yang negatif pada anak, maka peneliti tertarik untuk mengangkat penelitian ini.
B.    Identifikasi  Masalah dan Pembatasan Masalah
Banyaknya masalah yang ada didalam identifikasi masalah, maka masalah yang akan dikaji dlam penelitian ini dibatasi pada permasalahan, sebagai berikut.
1.    Pengaruh tuturan dalam film Crayon Sinchan
2.    Faktor yang mempengaruhi anak lebih senang menonton film Crayon Sinchan
3.    Moral yang ditimbulkan dari menonton film Crayon Sinchan
4.    Pengaruh jam belajar anak
5.    Sikap orang tua ketika anak menonton film Crayon Sinchan
6.    Sebab anak menyukai film kartun yang kurang mendidik

C.   Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, secara operasional masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1.    Bagaimana pengaruh tuturan film “Crayon Sinchan” terhadap perkembangan bahasa    anak?
2.    Faktor apa yang menyebabkan anak menonton film tersebut?
3.    Apa moral yang ditimbulkan setelah anak menonton film Crayon Sinchan?

D.   Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuan hasil penelitian, sebagai berikut.
1.    Untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada anak setelah menonton film Crayon Sinchan.
2.    Mengetahui faktor yang mempengaruhi anak lebih suka menonton film Crayon Sinchan.
3.    Mengetahui moral anak yang timbul setelah menonton film “Crayon Sinchan”.
       E.  Manfaat Penelitian
       1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca maupun peneliti  mengenai pengaruh yang ditimbulkan film bagi pemerolehan bahasa anak yang ditimbulkan dari film Crayon Sinchan.
2. Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan peneliti mampu memberikan informasi tentang bahaya  yang di timbulkan anak setelah menononton film Crayon Sinchan.
E.    Batasan Istilah Operasional
1.    eksploratori motorik
 eksploratori motorik merupakan
2.    anak
Anak merupakan turunan yang kedua/ orang yang berasal dari atau dilahirkan.
3.    Film Crayon Sinchan
Film Crayon Sinchan merupakan film yang berasal dari Jepang. Di Indonesia film ini tidak boleh ditayangkan karena membawa  pengaruh negatif terhadap anak yang menontonnya.
4.    Monolingual
5.    Bilingual
6.    LAD
Language Acquisition Device (LAD) tidak mengandung kata, arti, atau gagasan, tetapi hanyalah satu sistem yang memungkinkan manusia menggabungkan komponen-komponen bahasa.


BAB II
KAJIAN TEORI
Teori yang akan digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini adalah  sebagai berikut.
1.    Pemerolehan Bahasa
      Kemampuan berbahasa adalah karunia Allah yang amat berharga kepada manusia. Atas karunia ini manusia wajib bersyukur kepada Allah yang maha pencipta. Allah telah mengaruniai manusia seperangkat peralatan (device) yang memungkinkan manusia untuk memperoleh bahasa. Chomsky menamakannya language acquisition device (disingkat LAD) atau peralatan pemerolehan bahasa (Subiyakto, 1992: 72). Peralatan pemerolehan bahasa (LAD) bertugas memproses, memprogramkan struktur otak manusia dalam pemerolehan bahasa.
      Istilah ‘pemerolehan’ merupakan padanan kata acquisition. Istilah ini dipakai dalam proses penguasaan bahasa pertama sebagai salah satu perkembangan yang terjadi pada seorang manusia sejak lahir (Darmojuwono dan Kushartanti, 2005: 24). Secara alamiah anak akan mengenal bahasa sebagai cara berkomunikasi dengan orang di sekitarnya. Bahasa pertama yang dikenal dan selanjutnya dikuasai oleh seorang anak disebut bahasa ibu.
      Peralatan pemerolehan bahasa (LAD) memiliki beberapa komponen, yakni: kecakapan untuk membedakan bunyi-bunyi bahasa dengan bunyi-bunyi lain, kecakapan mengorganisasikan satuan linguistik ke dalam sejumlah kelas yang berkembang kemudian, pengetahuan sistem bahasa yang mungkin dan tidak mungkin, kecakapan menggunakan sistem bahasa pada penilaian perkembangan sistem linguistik. Dengan demikian dapat melahirkan sistem yang dirasakan mungkin diluar data linguistik yang ditemukan (Brow & Ford, 1962:22). Di dalam bahasa ada tiga komponen, yakni fonologi, sintaksis, dan semantik.
      Pemerolehan bahasa merupakan proses yang berlangsung di dalam otak seseorang ketika memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibu. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang mempelajari bahasa kedua, setelah anak memperoleh bahasa pertama. Pemerolehan bahasa anak dipengaruhi empat faktor yakni orang tua, lingkungan, teman sebaya, dan kegiatan komunikasi (Sri Hastuti, 1996).
      Proses pemerolehan bahasa anak beralih secara bertahap, dari tahap yang satu ke tahap yang lain. Tahapan tersebut adalah (a) tahapan peniruan, (b) tahapan memahami makna, dan (c) tahapan menggunakan kata dalam Komunikasi. Pada tahapan peniruan si anak akan senantiasa menirukan apa saja yang didengar atau yang disengaja diperdengarkan kepadanya. Tahapan memahami makna adalah tahapan ketika anak mulai memahami makna kata, sedangkan tahapan menggunakan kata dalam komunikasi adalah tahapan ketika anak sudah dapat menggunakan kata-kata yang diperolehnya dalam kalimat. Berkenaan dengan tahapan peniruan bahasa anak, Miller dan Dollard dalam Pateda (1984: 52) mengemukakan bahwa si anak tidak memiliki insting bawaan untuk meniru. Peniruan yang dilakukan oleh bayi karena ia memang membutuhkannya, dan hasil tiruan akan menjadi kebiasaan. Proses peniruan akan terjadi berkali-kali pada kesempatan yang sama, sehingga hasil tiruannya akan mendekati bunyi yang didengarnya. Hasil yang lebih baik akan diperloleh jika didukung oleh lingkungan sekitarnya. Lebih lanjut Miller dan Dollard memperkuat pernyataannya, bahwa kcmampuanmeniru menolong anak untuk merangkai kata-kata yang dibutuhkannya. Kemampuan meniru pada anak telah nampak pada kemampuan bayi menggumam (coing) dan meraban.
      Kemampuan menggumam dan meraban terjadi pada usia kira-kira enam bulan. Subiyakto (1992: 78) mengatakan bahwa pada tahap bergumam dan meraban si anak mulai mengucapkan sejumlah besar bunyi ujar yang tidak bermakna dan sebagian kecil menyerupai kata atau penggal kata yang bermakna. Secara perlahan-lahan kemampuan bergumam dan meraban si anak akan beralih ke kemampuan meniru pola-pola intonasi kalimat yang diucapkan oleh orang dewasa. Selain akan meniru pola-pola intonasi kalimat orang dewasa, si anak juga akan mulai belajar membedakan manakah kata atau kalimat yang dibutuhkan dan gerakan mana yang diinginkan atau tidak diinginkan. Bersamaan dengan hal itu, si anak mulai mengenal makna dan kebermaknaan apa yang dikatakan dan didengarkan.
      Kemampuan anak menirukan kata dari atau pola-pola intonasi kalimat orang dewasa akan menjadi lebih baik jika mendapat stimulus. Pada tahap awal stimulus yang diterima masih bersifat umum, keumuman sifat yang diterima akan memperlihatkan perbedaan bila telah mengalami proses. Herriot Peter (1970: 115) mengatakan bahwa “anak mempelajari struktur bahasa melalui peniruan dan keberanian mengucapkan, termasuk imitzuion, comprelzention, dan production". Proses pemerolehan bahasa anak selanjutnya akan senantiasa dipengaruhi oleh lingkungan, baik berupa penglihatan, pembauan, pendengaran, pengucapan, dan penyentuhan yang dimanipulasikan dalam bentuk-bentuk bahasa.
      Menurut Ninio dan Snow (1996) dalam Dardjowidjojo (2000) pada pemerolehan pragmatik anak paling tidak perlu dikaji pemerolehan niat komunikatif (communicative intents) dan pengembangan ungkapan bahasanya, Pengembangan kemampuan untuk bercakap-cakap dengan segala aturannya, dan pengembangan piranti untuk membentuk wacana yang kohesif.
      Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi sebenarnya mulai dipahami sejak kanak-kanak. Menurut Halliday, sejak seorang anak dapat berujar, secara tidak sadar ia merasakan bahwa bahasa dapat digunakan sesuai kehendak. Halliday dalam Soemarsono (2004: 166) membagi tahap-tahap pemerolehan bahasa anak secara fungsional sebagai berikut.
1. Fungsi Instumental
2. Fungsi Regulatori
3. Fungsi Interaksi
4. Fungsi Personal
5. Fungsi Heuristik
6. Fungsi Imajinatif
7. Fungsi Representasional

2.    Anak
      Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) anak adalah turunan yang kedua/ orang yang berasal dari atau dilahirkan. Anak menurut wikipedia adalah seorang laki-laki atau perempuan yang belum mengalami masa pubertas. Usia secara jelas mendefinisikan karakteristik yang memisahkan anak-anak dari orang dewasa. Namun, mendefinisikan anak-anak dari segi usia dapat menjadi permasalahan besar karena penggunaan definisi yang berbeda oleh beragam negara dan lembaga internasional. Department of Child and Adolescent Health and Development, mendefinisikan anak-anak sebagai orang yang berusia di bawah 20 tahun. Sedangkan The Convention on the Rights of the Child mendefinisikan anak-anak sebagai orang yang berusia di bawah 18 tahun. WHO (2003), mendefinisikan anak-anak antara usia 0–14 tahun karena di usia inilah risiko cenderung menjadi besar.
       Masa perkembangan anak dibagi oleh banyak ahli dalam beberapa periode dengan tujuan untuk mendapatkan wawasan yang jelas tentang definisi dan perkembangan anak. Hal ini disebabkan karena pada saat-saat perkembangan tertentu anak-anak secara umum memperlihatkan ciri-ciri dan tingkah laku karakteristik yang hampir sama. Menurut Kartono (1995), periode perkembangan anak terdiri dari masa bayi usia 0-1 tahun (periode vital), masa kanak-kanak usia 1-5 tahun (periode estatis), masa anak-anak sekolah dasar usia 6-12 tahun (periode intelektual) dan periode pueral usia 12-14 tahun (pra-pubertas atau puber awal)
      Anak-anak usia 5-7 tahun sebagai tahun-tahun awal memasuki sekolah dasar mereka mempunyai ciri sebagai berikut; 
       Kebanyakan anak-anak usia ini masih berada pada tahap berpikir praoperasional    dan cocok belajar melalui pengalaman konkret dan dengan orientasi tujuan sesaat.
       Mereka gandrung menyebut nama-nama benda, medefinisikan kata-kata, dan  mempelajari benda-benda yang berada di lingkungan dunianya sebagai anak-anak.
       Anak belajar melalui bahasa lisan dan pada tahap ini bahasanya telah berkembang dengan pesat.
       Pada tahap ini anak-anak sebagai pembelajar memerlukan struktur kegiatan yang jelas dan intruksi spesifik.

3.    Film
      Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan salah-satu media komunikasi massa audiovisual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan sistem lainnya. Film atau sinema merupakan salah satu bentuk hiburan yang populer, yang menjadikan manusia melarutkan diri mereka dalam dunia imajinasi untuk waktu tertentu. Meski demikian, film juga mengajarkan manusia tentang sejarah, ilmu pengetahuan, tingkah laku manusia dan berbagai macam hal lainnya. Beberapa film mengkombinasikan hiburan dan pendidikan, agar proses belajar menjadi lebih mudah dan nyaman.
      Gambar-gambar dari sebuah film sebenarnya adalah gambar-gambar foto yang terpisah-pisah. Ketika gambar – gambar tersebut tampil cepat secara berurutan, mata manusia tidak dapat membedakan bahwa sebenarnya gambar-gambar itu terpisah-pisah. Ini adalah hasil dari apa yang dinamakan persistence of vision (penglihatan yang berkesinambungan), sebuah fenomena di mana mata menahan sebuah gambar visual dari kilasan per satu detik setelah gambar tersebut teralihkan. Meski kita tidak merasakan bahwa gambar tersebut adalah foto yang terpisah-pisah, kita tetap melihat adanya perbedaan di antara gambar-gambar tersebut. Dan otak manusia  menerima perbedaan ini sebagai sebuah gerak yang hidup.
      Banyaknya film yang masuk ke Indonesia membawa pengaruh besar terhadap masyarakatnya. Animasi atau film kartun jepang cukup berkembang pesat khususnya di Indonesia. Karakter Jepang yang cukup baik membuat animasi-animasi yang tergolong berkualitas merupakan pendukung kemajuan animasi jepang itu sendiri. Peredarannya sudah dapat dirasakan hingga ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Kemajuan teknologi juga tidak dapat terhindari guna mendukung kelangsungan hidup manusia. Dewasa ini film-film kartun cukup menjamur di berbagai stasiun televisi di Indonesia. Semakin banyak stasiun yang muncul semakin banyak pula kesempatan anak-anak mencari film-film kartun yang menarik berasal dari berbagai belahan dunia. Secara umum tayangan-tayangan di televisi seperti halnya film kartun bertujuan untuk memperoleh hiburan, informasi, dan pendidikan.
      Misalnya film Crayon Sinchan yang membawa pengaruh besar pada masyarakat Indonesia khususnya anak-anak. Salah satu tokoh di dalam Crayon Sinchan yang nakal, menggemaskan, dan selalu bertingkah layaknya orang dewasa. Serial asal Jepang yang saat ditayangkan di Indonesia juga mencetak hits ini, pertama kali ditayangkan di negara kita lewat stasiun RCTI. Sampai saat ini masih ditayangkan namun berpindah ke Stasiun TRANS 7.
·         Kajian Hasil Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian terdahulu, maka peneliti mencoba meneliti masalah pengaruh tuturan dalam film Crayon Sinchan. Penelitian ini berbeda dari penelitian yang telah dilakukan sebelumya oleh, ...karena pada kesempatan ini peneliti mencoba mengkaji pengaruh film Crayon Sinchan yang sebelumnya penelitan tersebut telah dilakukan akan tetapi yang dikaji berbeda.
·         Kerangka Pikir


BAB III
METODE PENELITIAN
           Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif kualitatif. Subyek penelitian ini sering disebut dengan sumber data. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah anak umur 5 sampai 7 tahun. Dalam penelitian ini tidak semua film Crayon Sinchan yang diambil, hanya beberapa episode yang diambil untuk bahan penelitian.
            Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, foto, videotape.
1.    Instrumen penelitian
Instrumen penyediaan data dalam penelitian ini adalah HP dan alat tulis. Peneliti mengambil data dengan cara merekam, mengamati, mencatat.
2.    Teknik Penelitian
Tahap pemerolehan data dalam penelitian ini yaitu: metode wawancara, dan mengamati. Metode tersebut dibantu dengan teknik rekam dan catat. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah selanjutnya peneliti melakukan penyusunan dalam satuan-satuan.
3.    Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di Desa Selokraman Kotagede. Jarak dari kota Yogyakarta ke Desa tersebut kira-kira 4 km lebih dan bisa di tempuh melalui jalur darat sekitar seperempat jam  dari kota Yogyakarta.
4.    Waktu Penelitian
Pelaksanaan wawancara dilakukan lebih dari 2 kali. Wawancara dilakukan di rumah seorang anak bernama Andi. Wawancara kedua dilakukan  di rumah Haris. Peneliti juga melakukan pengamatan yang dilakukan berulang kali. Pengamatan dilakukan di lingkungan anak yang berusia sekitar 5 sampai 7 tahun dan suka menonton film Crayon Sinchan.
5.    informan
Informan dalam laporan penelitian ini adalah anak-anak usia 5 sampai 7 tahun yang berada di desa Selokraman Kotagede.


Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono.2010. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
                         Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Dr. Lexy J. Moleong, M.A. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
                   Rosdakarya.
Subiyakto, Sri Utari, N. 1992. Psikolinguistik, Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.









No comments:

Post a Comment